Nama : Muhammad Venno
no :22
kelas : xiitkjc
Merek atau merek dagang adalah tanda pembeda yang digunakan suatu badan usaha sebagai penanda identitasnya dan produk barang atau jasa yang dihasilkannya kepada konsumen, dan untuk membedakan usaha tersebut maupun barang atau jasa yang dihasilkannya dari badan usaha lain. Merek merupakan kekayaan industri, yaitu termasuk kekayaan intelektual.Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek :
Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.Trademark biasanya menggunakan simbol ™ dan sering digunakan untuk mengklaim suatu produk atau jasa tertentu sebagai merek dagang. Lalu Copyright menggunakan simbol
Jadi Tukang Mblog dapat menggunakan simbol ™ untuk kata atau frasa yang dihasilkan. Dan juga menggunakan ® sebagai nama blog seperti Chaidi®. Tapi jangan sembarangan menggunakan simbol ® untuk Judul Blog, Takut Mengundang masalah nantinya soalnya kan harus registrasi dulu .
Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).
Free Software lebih mengarah kepada bebas penggunaan tetapi tidak harus gratis. Pada kenyataannya, namanya adalah karena bebas untuk mencoba perangkat lunak sumber terbuka (Open Source) dan di sanalah letak inti dari kebebasan: program-program di bawah GPL, sekali diperoleh dapat digunakan, disalin, dimodifikasi dan didistribusikan secara bebas. Jadi free software tidak mengarah kepada gratis pembelian tetapi penggunaan dan distribusi. Begitu keluar dari lisensi kita dapat menemukan berbagai cara untuk mendistribusikan perangkat lunak, termasuk freeware, shareware atau Adware. Klasifikasi ini mempengaruhi cara di mana program dipasarkan, dan independen dari lisensi perangkat lunak mana mereka berasal.
Perbedaan yang nyata antara Free Software dan Freeware. Konflik muncul dalam arti kata free dalam bahasa Inggris, yang berarti keduanya bebas dan gratis. Oleh karena itu, dan seperti yang disebutkan sebelumnya, Free Software tidak perlu bebas, sama seperti Freeware tidak harus gratis.
Shareware juga bebas tetapi lebih dibatasi untuk waktu tertentu. Shareware adalah program terbatas didistribusikan baik sebagai demonstrasi atau versi evaluasi dengan fitur atau fungsi yang terbatas atau dengan menggunakan batas waktu yang ditetapkan (misalnya 30 hari) . Dengan demikian, memberikan pengguna kesempatan untuk menguji produk sebelum membeli dan kemudian membeli versi lengkap dari program. Sebuah contoh yang sangat jelas dari tipe ini adalah perangkat lunak antivirus, perusahaan-perusahaan ini biasanya memudahkan pelepasan produk evaluasi yang hanya berlaku untuk jumlah hari tertentu. Setelah melewati maksimum, program akan berhenti bekerja dan Anda perlu membeli produk jika Anda ingin tetap menggunakannya.
Kita juga dapat menemukan perangkat lunak bebas sepenuhnya, namun termasuk dalam program periklanan, distribusi jenis ini disebut Adware. Sebuah contoh yang jelas adalah program Messenger dari Microsoft yang memungkinkan penggunaan perangkat lunak bebas dalam pertukaran untuk masuk dengan cara iklan banner atau pop-up.
Open source software adalah istilah yang digunakan untuk software yang membuka/membebaskan source codenya untuk dilihat oleh orang lain dan membiarkan orang lain mengetahui cara kerja software tersebut dan sekaligus memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada software tersebut. Dan yang menarik dan salah satu keunggulannya adalah bahwa Open source software dapat diperoleh dan digunakan secara gratis tanpa perlu membayar lisensi. Biasanya orang mendapatkan software ini dari internet. Salah satu open source software yang terkenal yaitu Linux. Keberadaan open source software ini sangat ditunjang oleh internet. Mula-mula Open source software diambil dari internet kemudian digunakan oleh orang dan diperbaiki apabila ada kesalahan. Hasil perbaikan dari open source ini kemudian dipublikasikan kembali melalui internet yang memungkinkan orang lain menggunakan dan memperbaikinya. Dan begitulah seterusnya. Saat ini sangat mudah mendapatkan open source software di internet.
Pengembangan open source software melibatkan banyak orang dari berbagai penjuru dunia yang berinteraksi melalui internet. Maka bermunculanlah berbagai macam software yang dibuat berbasis open source ini yang dipublikasikan melalui internet. Pola open source ini telah melahirkan developer-developer handal dari berbagai penjuru dunia.
Dengan pola open source orang dapat membuat dan mengembangkan apa yang disebut dengan free software. Software ini dapat digunakan tanpa perlu membayar lisensi atau hak cipta karena memang dikembangkan dengan pola open source. Jadi, dengan pola open source orang dapat mengembangkan software dan mempublikasikannya dengan bebas melalui internet. Maka tidak heran apabila kita akan banyak menemukan free software ini di internet dan bisa secara bebas mendownloadnya tanpa perlu membayar uang sepeser pun kepada pengembang software tersebut.
Free software disini juga bukan program kacangan. Anggapan bahwa barang yang gratis jelek kualitasnya tidak berlaku buat free software. Karena sudah terbukti kehandalannya. Dan karena free software berbasis open source maka software tersebut sudah melalui proses perbaikan yang terus menerus. Jadi tidak ada alasan tidak mau menggunakan free software ini dengan alasan kualitasnya yang tidak baik.
Dengan karakteristik yang telah disebutkan di atas maka tidak salah apabila kita menaruh harapan pada open source ini sebagai platform alternatif yang bisa kita gunakan dalam komputer kita. Penerapan pola open source di Indonesia juga dapat menghilangkan pemakaian software komersial secara ilegal dan memungkinkan bangsa Indonesia dikenal karya ciptanya dengan ikut mengembangkan open source software.
Pada akhir dari pembahasan ini, saya harap anda dapat memahami 3 hal sebagai berikut: (1) Bahwa copyright adalah sebuah istilah hukum, sedangkan copyleft dan creative commons bukan, (2) Walaupun bukan istilah hukum, tetapi copyleft dan creative commons sesungguhnya adalah pelaksanaan dari hukum copyright, (3) Karena mereka adalah pelaksanaan dari hukum copyright, maka copyleft dan creative commons bukanlah istilah yang merujuk pada tindakan melawan hukum, seperti: pembajakan. Dan kunci untuk membedakan ketiganya dengan mudah adalah dengan memahami SIMBOL dari masing-masing istilah tersebut. Tertarik? Mari ikuti pembahasan saya.
Simbol Adalah Hukum
Semua mahasiswa fakultas hukum tingkat pertama sudah diajari bahwa hukum tidak dapat diartikan secara tunggal. Bentuknya pun bermacam-macam, bisa berupa peraturan, putusan pengadilan, perjanjian, dan bisa pula berwujud dalam bentuk: simbol. Namun esensinya, hukum adalah pedoman yang dapat berupa larangan, kewajiban, maupun hak yang ditujukan kepada anggota masyarakat. Oleh karena itu, seorang filsuf bernama Cicero pernah mengatakan “Ubi Societas, Ibi Ius” yang berarti “Di mana ada masyarakat, Di sana ada hukum”.
Simbol adalah hukum ketika simbol tersebut menunjukkan suatu larangan, kewajiban, atau hak yang diberlakukan kepada anggota masyarakat. Simbol memiliki daya pengikat secara hukum kepada anggota masyarakat jika: (1) dinyatakan dalam suatu peraturan, (2) dinyatakan dalam suatu perjanjian, atau jika (3) digunakan secara luas oleh masyarakat.
Rambu lalu lintas di atas ini adalah contoh dari simbol yang dinyatakan dalam suatu peraturan. Makna dari setiap simbol tersebut harus mengacu pada ketentuan yang ditetapkan dalam peraturannya.
Tanda tangan, sebagaimana diilustrasikan dalam gambar di atas ini, adalah contoh dari simbol yang dinyatakan dalam suatu perjanjian. Makna dari simbol tersebut adalah persetujuan atau pernyataan kesepakatan terhadap segenap isi perjanjian.
Gambar tengkorak di atas ini adalah contoh simbol yang digunakan secara luas oleh masyarakat. Gambar itu sendiri umumnya diartikan sebagai adanya suatu kondisi berbahaya atau mematikan di sekitar area tempat adanya simbol tersebut.
Copyright (+) Author’s Right (=) Hak Cipta
Istilah copyright memiliki simbol “huruf C dalam lingkaran”. Simbol ini masuk dalam simbol tipe ketiga, yaitu simbol yang telah digunakan secara luas oleh masyarakat. Untuk mengetahui apa makna hukum yang terkandung dari simbol copyright tersebut, mari kita tinjau sedikit mengenai hukum copyright.
Copyright adalah suatu jenis hak yuridis yang fokusnya adalah memberikan perlindungan hukum terhadap tindakan perbanyakan secara eksklusif terhadap suatu karya. Istilah ini konon berawal di Inggris dan lahir seiring dengan tumbuhnya industri percetakan. Dengan demikian, hukum ini memang sengaja dibuat untuk mengakomodir kepentingan bisnis para borjuis percetakan sahaja. Para pengarang justru tidak memperoleh perlindungan hukum yang layak.
Beberapa negara di luar Inggris yang dikenal kuat tradisi filsafatnya, seperti Jerman, Perancis, dan Belanda, tidak menyukai model pengaturan semacam itu. Mereka berpendapat bahwa suatu perbanyakan tidak mungkin dilakukan jika naskahnya tidak ada. Oleh karena itu, mereka memandang bahwa pengarang kedudukannya lebih penting daripada pencetak atau penerbit. Akibatnya mereka membuat hukum yang memberikan hak-hak khusus kepada pengarang dan mereka tidak mau menyebut peraturan yang memuat hak itu dengan nama copyright. Peraturan itu kemudian disebut Auteurswet di Belanda dan Jerman, serta Droit de Auteur di Perancis; yang jika di-bahasa-inggris-kan, maka istilah tersebut berbunyi: Author’s Right.
Pada masa Hindia Belanda, Auteurswet juga diberlakukan di Indonesia sejak tahun 1912. Setelah merdeka, pemerintah Indonesia mengadakan Kongres Kebudayaan 1952 untuk, salah satu tujuannya, merumuskan bahasa Indonesia yang sesuai untuk istilah tersebut. Pada akhirnya dicapailah kesepakatan bahwa istilah Auteurswet diganti dengan istilah Hak Cipta. Keengganan para peserta Kongres menggunakan istilah Hak Memperbanyak (Copyright) menunjukkan penolakan mereka terhadap aturan hukum yang semata-mata menekankan pada aspek kapitalisme, sedangkan tidak dipakainya lagi istilah Hak Pengarang (Author’s Right) menunjukkan bahwa mereka tidak ingin adanya suatu hukum yang sama sekali menafikan perlindungan terhadap investasi dan bisnis. Oleh karena itu, mereka ingin ada satu istilah yang dapat menggabungkan kedua konsep tersebut; suatu istilah hukum yang seimbang untuk mengakomodir kedua kepentingan. Oleh karena itu, lahirlah istilah Hak Cipta, sebagai istilah hybrid hasil perkawinan kedua konsep tersebut. Namun demikian, walaupun peserta Kongres berhasil merumuskan istilah Hak Cipta, tetapi mereka tidak membuat padanan katanya dalam bahasa inggris. Akibatnya kini istilah Hak Cipta diterjemahkan sebagai: Copyright. Capeee deh!
Dalam pengaturan di Undang-Undang Hak Cipta (UUHC), istilah Hak Cipta tersebut kemudian digunakan untuk mendefinisikan hak yang disebut sebagai Hak Ekonomis. Sedangkan, istilah yang digunakan untuk mengatur mengenai author’s right adalah Hak Moral. Dalam konteks Hak Cipta, kita harus dapat membedakan siapa yang disebut Pencipta dan siapa yang disebut Pemegang Hak Cipta. Pencipta adalah orang yang menciptakan suatu karya, sedangkan Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang secara hukum memiliki Hak Cipta atas suatu Ciptaan. UUHC menyatakan bahwa Hak Moral adalah milik dari Pencipta, sehingga disebut pula Hak Pencipta; sedangkan Hak Cipta adalah milik dari Pemegang Hak Cipta. Oleh karena itu, seorang Pencipta pasti memiliki Hak Pencipta/Hak Moral tetapi belum tentu memiliki Hak Cipta/Hak Ekonomis, sedangkan Pemegang Hak Cipta pasti memiliki Hak Cipta/Hak Ekonomis tetapi belum tentu memiliki Hak Pencipta/Hak Moral. Pencipta dapat kehilangan Hak Cipta/Hak Ekonomis atas karyanya jika Ia mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain.
Sama dengan hak lainnya dalam lingkup hak kekayaan intelektual, hak cipta pada esensinya adalah hak eksklusif atau hak untuk memonopoli. Artinya, terhadap suatu karya HANYA pemegang hak cipta-lah yang legal untuk melakukan kegiatan perbanyakan, pengumuman, dan perbanyakan-pengumuman. Pihak lain yang ingin melakukan pula kegiatan tersebut secara legal harus meminta IZIN dari pemegang hak cipta. Karena itu, konstruksi hukum hak cipta sesungguhnya sangat sederhana. Siapapun yang melakukan kegiatan perbanyakan, pengumuman, atau perbanyakan-pengumuman terhadap suatu karya tanpa izin dari pemegang hak cipta dipandang telah melakukan perbuatan yang melawan hukum, baik secara perdata maupun pidana.
Izin dari pemegang hak cipta kepada suatu pihak ini disebut: LISENSI. Karena itu, yang memberikan izin sering disebut Licensor, sedangkan yang mendapat izin disebut Licensee. Licensor berhak menentukan lisensi apa yang akan diberikan kepada Licensee. Karena itu, bisa saja suatu Licensee diberikan izin untuk memperbanyak, tetapi tidak diberikan izin untuk mengedarkan, menjual, atau menterjemahkan. Licensee dapat dianggap melakukan pelanggaran hukum, setidaknya melanggar hukum perjanjian, jika melakukan hal-hal yang dilarang atau melampaui apa yang telah ditentukan dalam lisensi. Misalnya, seseorang yang membeli program komputer yang bersifat closed source selalu memperoleh lisensi berupa lisensi pengguna akhir (end-user license). Jenis lisensi ini biasanya hanya memberikan hak kepada orang tersebut untuk memperbanyak program tersebut di satu komputer dan untuk menggunakannya di komputer tersebut. Jika orang itu memperbanyak program komputer tersebut dan menjualnya, maka Ia dikatakan telah melampaui lisensi yang diberikan padanya dan karena itu Ia dikatakan melanggar hukum. Dengan demikian, jelaslah bahwa lisensi memiliki dampak yang besar terhadap legalitas pemanfaatan suatu karya cipta.
Nah kembali ke persoalan simbol, makna hukum dari huruf C yang dilingkari itu adalah pernyataan dari pemegang hak cipta kepada siapa saja bahwa Ia lah yang menjadi pemilik hak cipta atas karya tersebut. Simbol tersebut sama sekali tidak merepresentasikan tindakan pemberian lisensi. Karena itu, siapa saja yang ingin memperbanyak, mengumumkan, atau memperbanyak-mengumumkan karya tersebut harus terlebih dahulu minta izin padanya. Melakukan tindakan-tindakan itu tanpa izin adalah suatu pelanggaran hukum, walaupun belum tentu si pelaku mendapat keuntungan ekonomis dari perbuatannya. Dalam konteks itulah maka simbol tersebut memiliki makna yang sama dengan frase ALL RIGHTS RESERVED. Simbol tersebut semakin punya makna yang represif, karena orang yang memanfaatkan karya tersebut tanpa izin dapat dilaporkan ke Polisi dan dijatuhi sanksi pidana berupa pemenjaraan.
Semangat kapitalis yang terlalu berlebihan menjadi kandungan yang sangat esensial dari simbol C dilingkari tersebut. Padahal, penciptaan suatu karya tidak melulu didasarkan pada motivasi komersial. Seniman-seniman rakyat di Bali, Jepara, Kudus, dan tempat-tempat lainnya justru malah bangga kalau desain ukirannya ditiru oleh sodara-sedulurnya di kampung. Para politisi justru berharap kalau rekaman pidatonya diperbanyak dan disebarluaskan secara gratis kepada masyarakat. Seorang fotografer mungkin saja secara tulus menyebarkan dan membebaskan siapa saja yang ingin memperbanyak foto tentang alam Indonesia agar seluruh penduduk dunia tahu mengenai keindahan tersebut. Bahkan saya yakin, dalam salah satu fase kehidupan anda, anda pasti pernah mencipta suatu karya tanpa berpikir akan mengkomersialkan karya tersebut. Anda mencipta semata-mata karena anda kreatif dalam menjalani hidup. Intinya, kalau anda tidak mengkomersialkan karya ciptaan anda, maka: JANGAN GUNAKAN SIMBOL © INI!
Pengertian Shareware (Software Berbayar)) – Shareware ialah perangkat lunak yang mengizinkan orang orang untuk meredistribusikan salinannya, tetapi mereka yang terus menggunakannya diminta untuk membayar biaya lisensi. Shareware bukan perangkat lunak bebas atau pun semi-bebas. Ada dua alasan untuk hal ini, yakni: Sebagian besar shareware, kode programnya tidak tersedia; jadi anda tidak dapat memodifikasi program tersebut sama sekali. Shareware tidak mengizinkan seseorang untuk membuat salinan dan memasangnya tanpa membayar biaya lisensi, tidak juga untuk orang-orang yang terlibat dalam kegiatan nirlaba. Dalam prakteknya, orang-orang sering tidak mempedulikan perjanjian distribusi dan tetap melakukan hal tersebut, tapi sebenarnya perjanjian tidak mengizinkannya.
Lisensi Open Source
Open source bila diterjemahkan secara langsung, open source berarti “(kode) sumber yang terbuka�. Sumber yang dimaksud disini adalah source code (kode sumber) dari sebuah software (perangkat lunak), baik itu berupa kode-kode bahasa pemrograman maupun dokumentasi dari software tersebut.
Open source adalah suatu budaya. Hal ini bermaksud untuk menegaskan bahwa open source ini berlatar dari gerakan nurani para pembuat software yang berpendapat bahwa source code itu selayaknya dibuka terhadap publik. Tetapi pada prakteknya open source itu bukan hanya berarti memberikan akses pada pihak luar terhadap source code sebuah software secara cuma-cuma, melainkan lebih dari itu. Ada banyak hal yang perlu dipenuhi agar sebuah software dapat disebut didistribusikan secara open source atau dengan kata lain bersifat open source.
Sebuah organisasi yang bernama Open Source Organization, mendefinisikan pendistribusian software yang bersifat open source dalam The Open Source Definition. The Open Source Definition ini bukanlah sebuah lisensi, melainkan suatu set kondisi-kondisi yang harus dipenuhi, agar sebuah lisensi dapat disebut bersifat open source.
Ada pun definisinya sebagai berikut :
1. Pendistribusian ulang secara cuma-cuma. Sebagai contoh adalah Linux yang dapat diperoleh secara cuma-cuma.
2. Source code dari software tersebut harus disertakan atau diletakkan di tempat yang dapat diakses dengan biaya yang rasional. Dan tentu saja tidak diperkenankan untuk menyebarkan source code yang menyesatkan.
3. Software hasil modifikasi atau yang diturunkan dari software berlisensi source code, harus diijinkan untuk didistribusikan dengan lisensi yang sama seperti software asalnya
4. Untuk menjaga integritas source code milik penulis software asal, lisensi software tersebut dapat melarang pendistribusian source code yang termodifikasi, dengan syarat, lisensi itu mengijinkan pendistribusian file-file patch (potongan file untuk memodifikasi sebuah source code) yang bertujuan memodifikasi program tersebut dengan source code asal tersebut. Dengan begitu, pihak lain dapat memperoleh software yang telah dimodifikasi dengan cara mem-patch (merakit) source code asal sebelum mengkompilasi. Lisensi itu secara eksplisit harus memperbolehkan pendistribusian software yang dibuat dari source code yang telah dimodifikasi. Lisensi tersebut mungkin memerlukan hasil kerja modifikasi untuk menyandang nama atau versi yang berbeda dari software asal.
5. Lisensi tersebut tidak diperbolehkan menciptakan diskriminasi terhadap orang secara individu atau kelompok.
6. Lisensi tersebut tidak boleh membatasi seseorang dari menggunakan program itu dalam suatu bidang pemberdayaan tertentu. Sebagai contoh, tidak ada pembatasan program tersebut terhadap penggunaan dalam bidang bisnis, atau terhadap pemanfaatan dalam bidang riset genetik.
7. Hak-hak yang dicantumkan pada program tersebut harus dapat diterapkan pada semua yang menerima tanpa perlu dikeluarkannya lisensi tambahan oleh pihak-pihak tersebut.
8. Lisensi tersebut tidak diperbolehkan bersifat spesifik terhadap suatu produk. Hak-hak yang tercantum pada suatu program tidak boleh tergantung pada apakah program tersebut merupakan bagian dari satu distribusi software tertentu atau tidak. Sekalipun program diambil dari distribusi tersebut dan digunakan atau didistribusikan selaras dengan lisensi program itu, semua pihak yang menerima harus memiliki hak yang sama seperti yang diberikan pada pendistribusian software asal.
9. Lisensi tersebut tidak diperbolehkan membatasi software lain. Sebagai contoh, lisensi itu tidak boleh memaksakan bahwa program lain yang didistribusikan pada media yang sama harus bersifat open source atau sebuah software compiler yang bersifat open source tidak boleh melarang produk software yang dihasilkan dengan compiler tersebut untuk didistribusikan kembali.
Women and Technology
Lisensi-lisensi yang telah disertifikasi oleh Open Source Organization ini antara lain GNU General Public License (GPL) (juga dikenal sebagai “Copyleft�), GNU Library General Public License (LGPL), dan Sun Public License. Daftar selengkapnya dapat dilihat di: http://www.opensource.org/licenses.
GNU GPL dan GNU LGPL adalah lisensi yang dibuat oleh The Free Software Foundation. Lisensi ini pula yang digunakan oleh software Linux pada umumnya. Kata free dalam lisensi ini merujuk pada hal “kebebasan”, bukan pada hal uang. Dengan kata lain, free dalam hal ini berarti bebas bukan gratis, seperti yang tertulis dalam pembukaan lisensi tersebut diatas.
Berikut adalah cuplikan dari pembukaan GNU GPL yang dapat dikatakan merupakan rangkuman dari keseluruhan lisensi tersebut.
“Ketika kita berbicara tentang perangkat lunak bebas, kita mengacu kepada kebebasan, bukan harga. Lisensi Publik Umum kami dirancang untuk menjamin bahwa Anda memiliki kebebasan untuk mendistribusikan salinan dari perangkat lunak bebas (dan memberi harga untuk jasa tersebut jika Anda mau), mendapatkan source code atau bisa mendapatkannya jika Anda mau, mengubah suatu perangkat lunak atau menggunakan bagian dari perangkat lunak tersebut dalam suatu program baru yang juga bebas; dan mengetahui bahwa Anda dapat melakukan semua hal ini.�